This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 28 November 2012



Pada pertemuan kali ini, Bapak Dosen mengajarkan cara untuk mengupload file video ke dalam Blog.
ya,, ni hanya coba2,, hehe... ^_^

Jumat, 27 April 2012

Dakwah di Bidang Aqidah


I.                   Pendahuluan
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah SWT menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah SWT bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya[1], semuanya menyerukan kepada tauhid[2]. Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313[3]  agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 36 dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85 :
وَلَقَدْبَعَثْنَافِى كُلّ أُمّةٍ رّسُولًأَنِ اعْبُدُوااوَلاَّ خْتَنِبُواالطّغُو تَۖ (النحل : ٣٦(

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’,…” (QS. An Nahl: 36)

يقَوْمِ اعْبُدُوااللّهَ مَالَكُم مإِّنْ لَٰهٍ غَيْرُهُ (العراف : ٥٩٫٦٥٫٧٣٫٨٥(

Artinya : “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al A'raaf: 59, 65, 73, 85) [4]

II.                Rumusan Masalah
A.    Definisi Aqidah
B.     Komponen-Komponen Aqidah
C.     Metode Pencapaian Aqidah

III.             Pembahasan
A.    Definisi Aqidah
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi “ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang bertolak dari hati[5], sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan
Aqidah dalam istilah umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keraguraguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara umum, tanpa memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah menurut syara’ berarti iman kepada Allah SWT, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci 1 Thaghut ialah syetan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT[6].  kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208, yang berbunyi :
يآيّهَاالّذِيْنَ امَنُوْاادْخُلُوْافِى السّلْمِك آفّةً وَلَتَتّبِعُوْاخُطُوٰ ا تِل شّيْطٰنِ اِنّهُ لَكُمْ عُدُوّمّبِيْنٌ (البقرة : ٢٠٨(
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

B.     Komponen-Komponen Aqidah
1.      Iman Kepada Allah SWT
Agama adalah keyakinan, yang seharusnya jika kita ingin menganutnya, kita harus meneliti terlebih dahulu, menganalisa kebenarannya, mempelajari secara kritis ajaran-ajarannya, sehingga agama yang kita anut itu betul-betul dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dihadapan Allah SWT dan sesuai pula dengan fitrah. Janganlah kita memilih agama karena kita mengikuti tren, sekedar ikut-ikutan. Bahkan meskipun agama yang kita anut adalah agama yang berasal dari orang tua kita, maka sudah seharusnya kita juga harus benar-benar mengerti akan kebenaran agama yang kita anut tersebut. Janganlah agama hanya kita jadikan identitas.
Adapun syarat mutlak dari pengakuan itu haruslah diucapkan dengan secara sadar, dan penuh dengan keinsyafan, yakni dengan membaca dua kalimat syahadat. Dua kalimat sebagai ikrar atau pengakuan, yang tersusun dari:
a.       Pengakuan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, disebut dengan syahadat tauhid
b.      Pengakuan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah, disebut dengan syahadat Rasul
2.      Iman Kepada Para Malaikat
Beriman kepada malaikat berarti kita percaya dengan sepenuhnya bahwa malaikat itu makhluk Allah SWT yang sangat taat untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya. Dia hanya dianugerahi akal, tanpa nafsu. Maka dia tidak banyak kehendak, dan tugasnya bersifat khusus dan tanpa henti. Perintah Allah untuk berfirman kepada para malaikat ini tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 285.
3.      Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT
berarti kita harus meyakini bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para Rasul-Nya untuk menjadikan pedoman hidup bagi umat manusia dari setiap perbuatan yang dilakukannya, baik itu perbuatan untuk dunia maupun akhirat. Kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah itu ada banyak sekali, meskipun begitu yang wajib kita ketahui ada empat buah, yaitu: Taurat, Zabur, Injil,  dan Al Quran.
4.      Iman Kepada Para Rasul/Nabi Allah
          Beriman kepada Rasul-Rasul Allah berarti kita mengakui dengan sepenuhnya, bahwa Allah SWT mengutus para Rasul/Nabi untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya yang berisikan tauhid, hukum-hukum, sejarah dan akhlak, untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran, dan untuk membuktikan bahwa mereka memang betul-betul seorang Nabi/Rasul, maka para Nabi/Rasul tersebut diberikan keistimewaan atau mukjizat. Kita juga harus meyakini bahwa para Rasul tersebut wajib untuk dituruti apa-apa yang diperintahkannya, dan meninggalkan apa-apa yang dilarangnya
5.      Iman Kepada Hari Kiamat
Beriman kepada hari kiamat berarti bahwa kita percaya dengan sepenuhnya bahwa setelah alam dan segala isinya dihancurkan oleh Allah SWT dan semua makhluk akan mati, kemudian dibangkitkan dari alam kuburnya untuk diperhitungkan segala amal kebaikan dan kejahatan dengan seteliti mungkin, kemudian baru ditentukan tempatnya sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup di dunia. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Al Hajj ayat 6-7 dan An Najm ayat 39-41
6.      Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Qadha adalah kenyataan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT sejak zaman azali (dalam ilmu Tuhan) terhadap sesuatu yang sekarang telah berwujud, seperti hidup, mati, senang, susah dan lain sebagainya (praktis kenyataan)[7]. Qadar adalah rencana (program) yang berada di dalam ilmu Tuhan Allah (zaman azali) untuk menentukan segala sesuatu secara teoritis (rencana)[8]. Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa qadha’ merupakan manifestasi dari qadar, sedangkan qadar hanyalah merupakan rencana-rencana saja, sehingga qadha’ dan qadar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Beriman kepada qadha’ dan qadar adalah kita yakin dan percaya dengan sepenuhnya bahwa sesuatu yang telah atau sedang maupun yang akan terjadi adalah kehendak dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38.

C.      Metode Pencapaian Aqidah
Untuk mencapai aqidah yang sesuai dengan islam, maka dibutuhkan metode pencapaian khusus. Mengingat aqidah islam tidak dapat dimengerti dari pendekatan empirik, melalui rasul-Nya dan pesan tuhan tersebut telah diabadikan dalam satu kitab al-qur’an. Oleh karena itu, metode pencapaian aqidah dapat dilakukan dengan cara :
a.       Doktriner yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan dijelaskan oleh sabda nabinya.
Dengan metode ini maka aqidah islam mampu mencapai kepercayaan yang bersifat sam’iyat, yaitu kejadian-kejadian tertentu yang harus diyakini kebenaran yang hanya bersumber pada wahyu ilahi. Misalnya : hari kiamat, surga, neraka, hisab dan lain sebagainya.
b.      Melalui hikmah (filosofik), dimana tuhan menganugrahkan kebijaksanaan dan kecerdasan berpikir kepada manusia untuk mengenal adanya tuhan melalui perenungan (kontemplasi) yang mendalam
c.       Melalui metode ilmiah, dengan memperhatikan fenomena alam sebagai bukti adannya allah swt, misalnya melalui :
1)      Antropologi (rmemperhatikan fenomena manusia sebagai makhluk individu) seperti yang diisyaratkan dalam QS. 86:5-7, 30:20, 90:4-9, 2:5, 95:4, 23:78-79.
2)      Botani (rmemrperhatikan fenomena-fenomena pada tumbuh-tumbuhan) sreperti yang diisyaaratkan dalam QS. 16:11, 22:5, 15:19, 27:60, 50:9.
d.      Metode irfaniyah, yaitu metode yang menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu). metode ini membagi alam menjadi dua kategori. pertama, alam nyata yang dapat diobservasi dan dieksperimentasi oleh ilmu pengetahuan modern dengan metode ilmiah. Kedua, alam intuisi yang berkaitan dengan jiwa yang tidak mungkin ditundukkan dengan pengalaman atau analogi. Alam kedua ini hanya mampu melalui metode intuisi.
Menurut Yusuf Al-Qardawi, seorang pemikir islam kontemporer dapat dijelaskan bahwa karakteristik Aqidah Islamiyah adalah[9] :
1)      Jelas dan sederhana
Artinya aqidah islamiyah tidak rumit dan jelas, seluruh ajarannya terangkum bahwa tiada tuhan selain allah dan nabi muhammad adalah utusannya. Dan keyakinan itu dapat diterima oleh akal.
2)      Sesuai dengan fitrah manusia
Yaitu setiap manusia dapat memeroleh keterangan yang hakiki tentang kepercayaan aslinya.
3)      Solid dan baku
Tidak menerima atau mengalami perubahan baik tambahan maupun pengurrangan
4)      Argumentatif
Aqidah islamiyah yang argumentatif tidak cukup menetapkan persoalan-persoalan dengan mengandalkan doktrin lugas dan instruksi keras. Tetapi juga harus disertai alasan kuat dan argumen yang akurat
5)      moderat
aqidah islamiyah merupakan aqidah yang moderat atau pertengahan, yaitu menjadi penengah antara orang yang menegaskan metafisik dan orang yang memrpercayainya

IV.             Kesimpulan
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi “ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang bertolak dari hati, sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Komponen-komponen aqidah yaitu : iman kepada allah swt, malaikatnya, kitab-kitabnya, rasulnya, hari kiamat, dan qadha serta qadarnya baik buruk maupun baik.
Sedangkan metode untuk bisa mencapai aqidah adalah
a.       Doktriner yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan dijelaskan oleh sabda nabinya.
b.      Melalui hikmah (filosofik)
c.       Melalui metode ilmiah
d.      Metode irfaniyah, dimana metode ini menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu)

V.                Penutup
Demikianlah makalah yang dapat saya buat, saya sadar, dalam makalah ini masih terdapat kekurangan disana-sini, maka dari itu, kritik dan sarang yang konstruktif sangat saya harapkan demi menyempurnakan makalah ini, dan akhirnya, makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Semoga...



[1] menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya allah SWT saja yang mengetahuinya.
[2] diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179
[3] diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139
[4] http://anakciremai.wordpress.com/2008/05/02/makalah-agama-islam-tentang-akhlak-akidah-sebagai-dasar-pendidikan-akhlak/
[5] Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang : Pustaka Nuun, 2010), Hal 35
[6] Anonim, Al Quran dan Terjemahannya, hal.63
[7] Drs. M. Noor Matdawam, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama, (Jakarta: Cv Pustaka Setia, 2008) hal. 140
[8] ibid.
[9] Ali Anwar Y, Studi Agama Islam, (Bandung : Cv Pustaka Setia, 2003) H, 132-135

Jumat, 20 April 2012

Ciri-ciri Komunikasi Massa


Komunikasi Massa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ditujukan kepada masyarakat luas. Dalam Komunikasi massa pesan yang disampaikan tidak hanya satu orang/kelompok saja melainkan dalam jumlah yang besar atau seluruh masyarakat yang ada. Dengan menggunakan media dalam penyampaian pesan dapat mempermudah menyampaikan pesan keseluruh masyarakat.
2. Umpan balik tidak secara langsung. Masyarakat luas menjadi tujuan komunikasi massa dalam hal menyampaikan pesan, oleh karena itu maka umpan balik tidak secara langsung juga diperoleh oleh lembaga yang mengeluarkan berita. Akan tetapi sekarang toknologi sudah berkembang pesat, sekarang masyarakat dapat memberikan responnya terhadap berita yang diperoleh dengan menggunakan telepon interaktif maupun mengirim pesan melalui e-mail. Hanya saja tidak dalam jumlah yang banyak hanya sebagian individu saja yang dapat memberikan responnya secara langsung
3. Yang mengeluarkan adalah lembaga. Dalam hal mengelola berita kemudian menerbitkanya bukan seorang individu yang mengerjakannya melainkan lembaga, dimana di dalam lembaga itu sendiri telah banyak orang professional untuk mencari berita kemudian mengelolahnya sehingga dapat sesuai dengan yang diiinginkan oleh masyarakat
4. Komunikan bersifat anonym ( tidak dikenal ). Dalam komunikasi massa yang menjadi target adalah masyarakat luas bukan perorangan. Oleh karena itu sebuah media/ lembaga penerbit berita tidak akan mengenal komunikannya.
5. Komunikator bersifat hetrogen (Berbeda-beda). Untuk mengelola suatu berita hingga sampai ketangan komunikan bukanlah tugas dari satu individu saja melainkan banyak yang turut campur tangan dalam penyelesaian suatu berita. Sehingga dalam hal ini komunikator bersifat hetrogen.

Kamis, 19 April 2012

JADWAL MATA KULIAH


Jurusan         : Komunikasi Penyiaran Islam
Semester/Tahun Ajaran : IV/2012-2013

HARI JAM  MATA KULIAH                                RUANG DOSEN
Senin  I         Manajemen Dakwah                                 I5         Suprihatiningtiyas
Senin III         Hadits                                                     I2         Safrodin
Selasa IV         Sirah Nabawiyah                                     I3         Ismawati
Selasa V         Filsafat Dakwah                                     I9         Ilyas Supena
Rabu I         Teknologi Komunikasi Dan Informasi     I7    Maya
Rabu II         Akhlak/Tasawuf                                     I8         Djasadi
Rabu IV         Sosiologi Komunikasi                             J5         Ahmad Faqih
Kamis I         Komunikasi Massa                                     J4        Nilnan Ni’mah
Kamis II         B. Inggris 2                                             J4         Sulistiyo
Kamis III         Dakwah Lintas Budaya                             I5         Sholihati
Kamis V         Sistem Komunikasi Di Indonesia             I4         Najahan Musyafak











                                                                                                       Semarang, 29 Maret 2012
                                                                                                                Calon Mentri
       
                                     
                                                                                       Prof. Dr. MUSTOFA HILMI M, Ag., Ph, d., Lc

Membasmi virus sality


Tulisan kali ini judulnya mungkin agak sadis ya, tapi pemilihan judul kali ini didasari karena kejengkelan dengan penemuan virus di komputer kantor yang saya gunakan sehari-hari. Virus apakah itu? Yap sesuai judul tulisan diatas, virus yang saya temukan dan dideteksi anti virus Smadav dan AVG yg terpasang di komputer saya adalah Sality, tepatnya Sality.101.
Nah yang membuat jengkel lagi adalah ternyata kedua antivirus yg saya gunakan hanya dapat menghapus ketika virus terdeteksi dan tidak memperbaiki registry dan autorun.inf yang diinfeksi virus ini, akibatnya saya harus mengutak-atik registry secara manual. Oleh karena itu saya mencari alternatif penyembuhan alternatif lain, tapi yang jelas bukan dukun ya.
Setelah browsing sana-sini, akhirnya saya mendapati sebuah alternatif penyembuhan yang sudah saya buktikan efektif mengatasi Sality.101, nama aplikasi tersebut adalah Salitykiller (cocok kan namanya sebagai pembunuh gratisan?)  . Aplikasi keluaran Kaspersky Lab ini mencari dan memperbaiki file yang terinfeksi dengan lebih baik.
Cara penggunaannya juga sangat mudah, tinggal di ekstrak, kemudian jalankan Salitykiller.exe yang terdapat didalamnya, selanjutnya biarkan aplikasi ini bekerja hingga semua komponen registry dan file di-scan dengan sempurna dan secara otomatis akan diperbaiki oleh antivirus ini.
Untuk yang penasaran melihat penampakannya, berikut ini tampilannya:


Tampilan Sality Killer
Bagi rekan-rekan yang mendapati masalah yang sama seperti saya, silahkan download aplikasinya disini.
Semoga berguna dan terbebas dari serangan sality yang terkutuk.

Rabu, 18 April 2012

Metode Dakwah dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an surah Al-Nahl (16): 125 termuat beberapa metode dakwah sebagaimana dapat dibaca dalam firman Allah swt:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari JalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Tiga metode dakwah yang terkandung dalam ayat ini, yaitu : metode al-hikmah, metode al-maw’izhah dan metode mujadalah.

Metode al-hikmah

Kata al-hikmah terulang sebanyak 210 kali dalam al-Qur’an. Secara etimologis, kata ini berarti kebijaksanaan, bagusnya pendapat atau pikiran, ilmu, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan juga berarti al-Qur’an al-Karim. Hikmah juga diartikan al-Ilah, seperti dalam kalimat hikmah al-tasyri’ atau ma hikmah zalika dan diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat isinya.

Makna al-hikmah yang tersebar dalam al-Qur’an di 20 tempat tersebut, secara ringkas, mengandung tiga pengertian. Pertama, al-hikmah dalam arti “penelitian terhadap segala sesuatu secara cermat dan mendalam dengan menggunakan akal dan penalaran”. Kedua, al-hikmah yang bermakna “memahami rahasia-rahasia hukum dan maksud-maksudnya”. Ketiga, al-hikmah yang berarti “kenabian atau nubuwwah”.

Adapun kata al-hikmah dalam ayat ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ menurut al-Maraghi (w. 1945), berarti perkataan yang jelas disertai dalil atau argumen yang dapat memperjelas kebenaran dan menghilangkan keraguan. Sedang Muhammad Abduh (w. 1905) mengartikan al-hikmah sebagai ilmu yang sahih yang mampu membangkitkan kemauan untuk melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat dan kemampuan mengetahui rahasia dan faedah setiap sesuatu. Dalam Tafsir Departemen Agama disebutkan bahwa al-hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.

Dalam Tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menjelaskan hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga berarti sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan yang besar atau yang lebih besar, serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau yang lebih besar. Hanya saja, menurut Quraish, hikmah sebagai metode dakwah lebih sesuai untuk cendekiawan yang berpengetahuan tinggi.

Sementara itu Sayyid Qutb berpendapat yang dimaksud dengan hikmah adalah Melihat situasi dan kondisi obyek dakwah. Memperhatikan kadar materi dakwah yang disampaikan kepada mereka, sehingga mereka tidak merasa terbebani terhadap perintah agama (materi dakwah) tersebut, karena belum siap mental untuk menerimanya. Memperhatikan metode penyampaian dakwah dengan bermacam-macam metode yang mampu menggugah perasaan, tidak memancing kemarahan, penolakan, kecemburuan dan terkesan berlebih-lebihan, sehingga tidak mengandung hikmah di dalamnya.

Dalam pendapat Hamka, kata hikmah itu kadang-kadang diartikan oleh beberapa orang sebagai filsafat. Menurutnya, hikmah adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang telah terlatih pikiran dan logikanya, tetapi hikmah dapat dipahami oleh orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja ucapan, melainkan juga tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang ‘diam’ lebih berhikmat daripada ‘berbicara’.

Dengan demikan, ungkapan bi al-hikmah ini berlaku bagi seluruh manusia sesuai dengan perkembangan akal, pikiran dan budayanya, yang dapat diterima oleh orang yang berpikir sederhana serta dapat menjangkau orang yang lebih tinggi pengetahuannya. Sebab, yang dipanggil adalah pikiran, perasaan dan kemauan. Dengan begitu, dipahami bahwa al-hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dan pada tujuan yang dkehendaki dengan cara yang mudah dan bijaksana.

Metode al-Maw’izah al-hasanah

Metode dakwah kedua yang terkandung dalam QS. Al-Nahl (16) ayat 125 adalah metode al-maw’izat al-hasanah. Maw’izat dari kata وعظ yang berarti nasehat. Juga berarti menasehati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan, menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat. Kata maw’izat disebut dalam al-Qur’an sebanyak 9 kali. Kata ini berarti nasehat yang memiliki ciri khusus, karena mengandung al-haq (kebenaran), dan keterpaduan antara akidah dan akhlaq serta mengandung nilai-nilai keuniversalan. Kata al-hasanah lawan dari sayyi’ah, maka dapat dipahami bahwa maw’izah dapat berupa kebaikan dan dapat juga berupa keburukan.

Metode dakwah berbentuk nasehat ini ditemukan dalam al-Qur’an dengan memakai kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide-ide yang dikehendakinya, seperti nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya. Tetapi, nasehat al-Qur’an itu menurut Quraish Shihab, tidak banyak manfaatnya jika tidak dibarengi dengan teladan dari penasehat itu sendiri. Dalam hal ini, Rasulullah saw. yang patut dijadikan panutan, karena pada diri beliau telah terkumpul segala macam keistimewaan sehingga orang-orang yang mendengar ajarannya dan sekaligus melihat penjelmaan ajaran itu pada diri beliau sehingga akhirnya terdorong untuk meyakini ajaran itu dan mencontoh pelaksanaannya.

Maw’izah disifati dengan hasanah (yang baik), menurut Quraish, karena nasehat itu ada yang baik dan ada yang buruk. Nasehat dikatakan buruk dapat disebabkan karena isinya memang buruk, di samping itu, ia juga dipandang buruk manakala disampaikan oleh orang yang tidak dapat diteladani.

Metode dakwah al-maw’izah al-hasanah merupakan cara berdakwah yang disenangi; mendekatkan manusia kepadanya dan tidak menjerakan mereka; memudahkan dan tidak menyulitkan. Singkatnya, ia adalah suatu metode yang mengesankan obyek dakwah bahwa peranan juru dakwah adalah sebagai teman dekat yang menyayanginya, dan yang mencari segala hal yang bermanfaat baginya dan membahagiakannya.

Al-maw’izah al-hasanah adalah sesuatu yang dapat masuk ke dalam kalbu dengan penuh kelembutan; tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang; tidak menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan. Sebab, kelemahlembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar.
Seorang da’i selain memberi nasehat kepada orang lain, juga kepada diri dan keluarga sendiri, bahkan harus lebih dahulu menasehati diri dan keluarganya, baru orang lain. Nasehat itu harus pula dibarengi dengan contoh kongkrit dengan maksud untuk ditiru oleh umat yang dinasehati, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. seperti pelaksanaan shalat dan sebagainya. Selain itu, dipahami pula bahwa dakwah yang disampaikan itu tidak hanya teori, tetapi juga praktek nyata yang dilakukan oleh da’i itu sendiri.

Metode al-Mujàdalah

Al-Mujàdalah terambil dari kata جدل, yang bermakna diskusi atau perdebatan. Kata jadal (diskusi) terulang sebanyak 29 kali dengan berbagai bentuknya di beberapa tempat dalam al-Qur’an.

Dari kata-kata itu, yang menunjuk kepada arti diskusi mempunyai tiga obyek, yaitu: membantah karena: (1) menyembunyikan kebenaran, (2) mempunyai ilmu atau ahli kitab, (3) kepentingan pribadi di dunia. Dari berbagai macam obyek dakwah dalam berdiskusi tersebut, akan dititikberatkan pada obyek yang mempunyai ilmu. Berdiskusi dengan obyek semacam ini membutuhkan pemikiran yang tinggi dan wawasan keilmuan yang cukup. Sebab, al-Qur’an menyuruh manusia dengan istilah ahsan (dengan cara yang terbaik). Jidal disampaikan dengan ahsan (yang terbaik) menandakan jidal mempunyai tiga macam bentuk, ada yang baik, yang terbaik dan yang buruk.

Al-Maraghi mengartikan kalimat ‘wa jadilhum bi allatiy hiya ahsan’ dengan berdialog dan berdiskusi agar mereka patuh dan tunduk.

Sedangkan Sayyid Qutb mengartikannya dengan: ‘berdialog dan berdiskusi bukan untuk mencari kemenangan, akan tetapi agar patuh dan tunduk terhadap agama untuk mencapai kebenaran.
Diskusi atau perdebatan tidak boleh dilakukan dengan sikap emosional. Sebab, hal itu tidak akan mendekatkan orang kepada Islam, bahkan bisa terjadi sebaliknya. Karena itu, dalam QS. al-Ankabut (29): 46 dijelaskan tentang cara menghadapi orang yang tidak mau menerima kebenaran. Di dalam ayat ini, diberikan tuntunan kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan pengikutnya, bahwa jika terpaksa bertukar pikiran (berdebat atau berdiskusi) dengan Ahl al-Kitab, adakanlah dengan cara yang paling baik, yaitu dengan pertimbangan akal yang murni. Jika terjadi perbedaan pendapat, seorang da’i tidak boleh emosional.

Sayyid Qutb memberikan penjelasan tentang metode dakwah ini; dakwah dengan al-mujàdalah bi allatiy hiya ahsan ialah dakwah yang tidak mengandung unsur pertikaian, kelicikan dan kejelekan, sehingga mendatangkan ketenangan dan kelegaan bagi juru dakwah.Tujuan perdebatan bukanlah mencapai kemenangan, tetapi penerimaan dan penyampaian kepada kebenaran. Jiwa manusia itu mengandung unsur keangkuhan, dan itu tidak dapat ditundukkan dengan pandangan yang saling menolak, kecuali dengan cara yang halus sehingga tidak ada yang merasa kalah. Dalam diri manusia bercampur antara pendapat dan harga diri, maka jangan ada maksud untuk tidak mengakui pendapat, kehebatan dan kehormatan mereka. Perdebatan yang baik adalah perdebatan yang dapat meredam keangkuhan ini; dan pihak yang berdebat merasa bahwa harga diri dan kehormatan mereka tidak tersinggung. Sesungguhnya juru dakwah tidaklah bermaksud lain, kecuali mengungkapkan inti kebenaran dan menunjukkan jalan ke arah itu, yakni di jalan Allah, bukan di jalan kemenangan suatu pendapat dan kekalahan pendapat yang lain.

Dalam melaksanakan dakwah dengan model diskusi ini, seorang da’i, selain harus menguasai ajaran Islam dengan baik juga harus mampu menahan diri dari sikap emosional dalam mengemukakan argumennya. Dia tidak boleh menyinggung perasaan dan keyakinan orang lain, sebab akan merugikan da’i, sehingga usaha dakwah dapat mengalami kegagalan. Yang paling baik ialah bahwa seorang da’i harus mampu bersikap lemah lembut dan menghargai pendapat orang lain diskusi sehingga tercipta suasana yang kondusif di medan diskusi.