Jumat, 27 April 2012

Dakwah di Bidang Aqidah


I.                   Pendahuluan
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah SWT menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya bentuk dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah SWT bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya[1], semuanya menyerukan kepada tauhid[2]. Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313[3]  agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 36 dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85 :
وَلَقَدْبَعَثْنَافِى كُلّ أُمّةٍ رّسُولًأَنِ اعْبُدُوااوَلاَّ خْتَنِبُواالطّغُو تَۖ (النحل : ٣٦(

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’,…” (QS. An Nahl: 36)

يقَوْمِ اعْبُدُوااللّهَ مَالَكُم مإِّنْ لَٰهٍ غَيْرُهُ (العراف : ٥٩٫٦٥٫٧٣٫٨٥(

Artinya : “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al A'raaf: 59, 65, 73, 85) [4]

II.                Rumusan Masalah
A.    Definisi Aqidah
B.     Komponen-Komponen Aqidah
C.     Metode Pencapaian Aqidah

III.             Pembahasan
A.    Definisi Aqidah
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi “ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang bertolak dari hati[5], sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan
Aqidah dalam istilah umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keraguraguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara umum, tanpa memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah menurut syara’ berarti iman kepada Allah SWT, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci 1 Thaghut ialah syetan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT[6].  kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208, yang berbunyi :
يآيّهَاالّذِيْنَ امَنُوْاادْخُلُوْافِى السّلْمِك آفّةً وَلَتَتّبِعُوْاخُطُوٰ ا تِل شّيْطٰنِ اِنّهُ لَكُمْ عُدُوّمّبِيْنٌ (البقرة : ٢٠٨(
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

B.     Komponen-Komponen Aqidah
1.      Iman Kepada Allah SWT
Agama adalah keyakinan, yang seharusnya jika kita ingin menganutnya, kita harus meneliti terlebih dahulu, menganalisa kebenarannya, mempelajari secara kritis ajaran-ajarannya, sehingga agama yang kita anut itu betul-betul dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dihadapan Allah SWT dan sesuai pula dengan fitrah. Janganlah kita memilih agama karena kita mengikuti tren, sekedar ikut-ikutan. Bahkan meskipun agama yang kita anut adalah agama yang berasal dari orang tua kita, maka sudah seharusnya kita juga harus benar-benar mengerti akan kebenaran agama yang kita anut tersebut. Janganlah agama hanya kita jadikan identitas.
Adapun syarat mutlak dari pengakuan itu haruslah diucapkan dengan secara sadar, dan penuh dengan keinsyafan, yakni dengan membaca dua kalimat syahadat. Dua kalimat sebagai ikrar atau pengakuan, yang tersusun dari:
a.       Pengakuan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, disebut dengan syahadat tauhid
b.      Pengakuan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah, disebut dengan syahadat Rasul
2.      Iman Kepada Para Malaikat
Beriman kepada malaikat berarti kita percaya dengan sepenuhnya bahwa malaikat itu makhluk Allah SWT yang sangat taat untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya. Dia hanya dianugerahi akal, tanpa nafsu. Maka dia tidak banyak kehendak, dan tugasnya bersifat khusus dan tanpa henti. Perintah Allah untuk berfirman kepada para malaikat ini tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 285.
3.      Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT
berarti kita harus meyakini bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para Rasul-Nya untuk menjadikan pedoman hidup bagi umat manusia dari setiap perbuatan yang dilakukannya, baik itu perbuatan untuk dunia maupun akhirat. Kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah itu ada banyak sekali, meskipun begitu yang wajib kita ketahui ada empat buah, yaitu: Taurat, Zabur, Injil,  dan Al Quran.
4.      Iman Kepada Para Rasul/Nabi Allah
          Beriman kepada Rasul-Rasul Allah berarti kita mengakui dengan sepenuhnya, bahwa Allah SWT mengutus para Rasul/Nabi untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya yang berisikan tauhid, hukum-hukum, sejarah dan akhlak, untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran, dan untuk membuktikan bahwa mereka memang betul-betul seorang Nabi/Rasul, maka para Nabi/Rasul tersebut diberikan keistimewaan atau mukjizat. Kita juga harus meyakini bahwa para Rasul tersebut wajib untuk dituruti apa-apa yang diperintahkannya, dan meninggalkan apa-apa yang dilarangnya
5.      Iman Kepada Hari Kiamat
Beriman kepada hari kiamat berarti bahwa kita percaya dengan sepenuhnya bahwa setelah alam dan segala isinya dihancurkan oleh Allah SWT dan semua makhluk akan mati, kemudian dibangkitkan dari alam kuburnya untuk diperhitungkan segala amal kebaikan dan kejahatan dengan seteliti mungkin, kemudian baru ditentukan tempatnya sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup di dunia. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Al Hajj ayat 6-7 dan An Najm ayat 39-41
6.      Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Qadha adalah kenyataan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT sejak zaman azali (dalam ilmu Tuhan) terhadap sesuatu yang sekarang telah berwujud, seperti hidup, mati, senang, susah dan lain sebagainya (praktis kenyataan)[7]. Qadar adalah rencana (program) yang berada di dalam ilmu Tuhan Allah (zaman azali) untuk menentukan segala sesuatu secara teoritis (rencana)[8]. Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa qadha’ merupakan manifestasi dari qadar, sedangkan qadar hanyalah merupakan rencana-rencana saja, sehingga qadha’ dan qadar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Beriman kepada qadha’ dan qadar adalah kita yakin dan percaya dengan sepenuhnya bahwa sesuatu yang telah atau sedang maupun yang akan terjadi adalah kehendak dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38.

C.      Metode Pencapaian Aqidah
Untuk mencapai aqidah yang sesuai dengan islam, maka dibutuhkan metode pencapaian khusus. Mengingat aqidah islam tidak dapat dimengerti dari pendekatan empirik, melalui rasul-Nya dan pesan tuhan tersebut telah diabadikan dalam satu kitab al-qur’an. Oleh karena itu, metode pencapaian aqidah dapat dilakukan dengan cara :
a.       Doktriner yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan dijelaskan oleh sabda nabinya.
Dengan metode ini maka aqidah islam mampu mencapai kepercayaan yang bersifat sam’iyat, yaitu kejadian-kejadian tertentu yang harus diyakini kebenaran yang hanya bersumber pada wahyu ilahi. Misalnya : hari kiamat, surga, neraka, hisab dan lain sebagainya.
b.      Melalui hikmah (filosofik), dimana tuhan menganugrahkan kebijaksanaan dan kecerdasan berpikir kepada manusia untuk mengenal adanya tuhan melalui perenungan (kontemplasi) yang mendalam
c.       Melalui metode ilmiah, dengan memperhatikan fenomena alam sebagai bukti adannya allah swt, misalnya melalui :
1)      Antropologi (rmemperhatikan fenomena manusia sebagai makhluk individu) seperti yang diisyaratkan dalam QS. 86:5-7, 30:20, 90:4-9, 2:5, 95:4, 23:78-79.
2)      Botani (rmemrperhatikan fenomena-fenomena pada tumbuh-tumbuhan) sreperti yang diisyaaratkan dalam QS. 16:11, 22:5, 15:19, 27:60, 50:9.
d.      Metode irfaniyah, yaitu metode yang menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu). metode ini membagi alam menjadi dua kategori. pertama, alam nyata yang dapat diobservasi dan dieksperimentasi oleh ilmu pengetahuan modern dengan metode ilmiah. Kedua, alam intuisi yang berkaitan dengan jiwa yang tidak mungkin ditundukkan dengan pengalaman atau analogi. Alam kedua ini hanya mampu melalui metode intuisi.
Menurut Yusuf Al-Qardawi, seorang pemikir islam kontemporer dapat dijelaskan bahwa karakteristik Aqidah Islamiyah adalah[9] :
1)      Jelas dan sederhana
Artinya aqidah islamiyah tidak rumit dan jelas, seluruh ajarannya terangkum bahwa tiada tuhan selain allah dan nabi muhammad adalah utusannya. Dan keyakinan itu dapat diterima oleh akal.
2)      Sesuai dengan fitrah manusia
Yaitu setiap manusia dapat memeroleh keterangan yang hakiki tentang kepercayaan aslinya.
3)      Solid dan baku
Tidak menerima atau mengalami perubahan baik tambahan maupun pengurrangan
4)      Argumentatif
Aqidah islamiyah yang argumentatif tidak cukup menetapkan persoalan-persoalan dengan mengandalkan doktrin lugas dan instruksi keras. Tetapi juga harus disertai alasan kuat dan argumen yang akurat
5)      moderat
aqidah islamiyah merupakan aqidah yang moderat atau pertengahan, yaitu menjadi penengah antara orang yang menegaskan metafisik dan orang yang memrpercayainya

IV.             Kesimpulan
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi “ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang bertolak dari hati, sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Komponen-komponen aqidah yaitu : iman kepada allah swt, malaikatnya, kitab-kitabnya, rasulnya, hari kiamat, dan qadha serta qadarnya baik buruk maupun baik.
Sedangkan metode untuk bisa mencapai aqidah adalah
a.       Doktriner yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan dijelaskan oleh sabda nabinya.
b.      Melalui hikmah (filosofik)
c.       Melalui metode ilmiah
d.      Metode irfaniyah, dimana metode ini menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu)

V.                Penutup
Demikianlah makalah yang dapat saya buat, saya sadar, dalam makalah ini masih terdapat kekurangan disana-sini, maka dari itu, kritik dan sarang yang konstruktif sangat saya harapkan demi menyempurnakan makalah ini, dan akhirnya, makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Semoga...



[1] menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya allah SWT saja yang mengetahuinya.
[2] diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179
[3] diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139
[4] http://anakciremai.wordpress.com/2008/05/02/makalah-agama-islam-tentang-akhlak-akidah-sebagai-dasar-pendidikan-akhlak/
[5] Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang : Pustaka Nuun, 2010), Hal 35
[6] Anonim, Al Quran dan Terjemahannya, hal.63
[7] Drs. M. Noor Matdawam, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama, (Jakarta: Cv Pustaka Setia, 2008) hal. 140
[8] ibid.
[9] Ali Anwar Y, Studi Agama Islam, (Bandung : Cv Pustaka Setia, 2003) H, 132-135

2 komentar: