I.
Pendahuluan
Nilai suatu
ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya,
semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah
ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang
tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang
lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah SWT menciptakan
manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya bentuk dibanding
dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah SWT bimbing mereka dengan
mengutus para Rasul-Nya[1],
semuanya menyerukan kepada tauhid[2].
Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313[3] agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak
Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima
disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu
disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu
pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw,
penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di
Makkah dengan menekankan masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan
semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka
para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka
dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum mereka mengajak kepada
perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul sebelum
Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada
umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 36 dan
surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85 :
وَلَقَدْبَعَثْنَافِى كُلّ أُمّةٍ رّسُولًأَنِ اعْبُدُوااوَلاَّ
خْتَنِبُواالطّغُو تَۖ (النحل : ٣٦(
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu’,…” (QS. An Nahl: 36)
يقَوْمِ اعْبُدُوااللّهَ مَالَكُم مإِّنْ لَٰهٍ غَيْرُهُ (العراف :
٥٩٫٦٥٫٧٣٫٨٥(
Artinya : “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan
bagimu selain-Nya.” (QS. Al A'raaf: 59, 65, 73, 85) [4]
II.
Rumusan Masalah
A.
Definisi
Aqidah
B.
Komponen-Komponen
Aqidah
C.
Metode
Pencapaian Aqidah
III.
Pembahasan
A.
Definisi
Aqidah
Aqidah berasal dari kata ‘aqd
yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji,
ikatan (kesepakatan) antara dua
orang yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi
“ikatan, sangkutan, perjanjian
dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang
bertolak dari hati[5],
sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi
kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan
Aqidah dalam istilah umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang
tegas, yang tidak dicampur keraguraguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini
adalah aqidah secara umum, tanpa memandang aqidah tersebut benar atau salah.
Aqidah menurut syara’ berarti iman kepada Allah SWT, para
Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta
kepada qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun
yang buruk.
Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila
suatu umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya
terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci 1
Thaghut ialah syetan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT[6]. kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar
dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah
tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai
dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan
seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan
sebagainya.
Aqidah
sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul.
Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan
hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam,
seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut
dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208, yang berbunyi :
يآيّهَاالّذِيْنَ امَنُوْاادْخُلُوْافِى السّلْمِك آفّةً وَلَتَتّبِعُوْاخُطُوٰ
ا تِل شّيْطٰنِ اِنّهُ لَكُمْ عُدُوّمّبِيْنٌ (البقرة : ٢٠٨(
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah
kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
B.
Komponen-Komponen
Aqidah
1.
Iman
Kepada Allah SWT
Agama adalah keyakinan, yang seharusnya jika kita ingin menganutnya,
kita harus meneliti terlebih dahulu, menganalisa kebenarannya, mempelajari
secara kritis ajaran-ajarannya, sehingga agama yang kita anut itu betul-betul
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dihadapan Allah SWT dan sesuai pula
dengan fitrah. Janganlah kita memilih agama karena kita mengikuti tren, sekedar
ikut-ikutan. Bahkan meskipun agama yang kita anut adalah agama yang berasal
dari orang tua kita, maka sudah seharusnya kita juga harus benar-benar mengerti
akan kebenaran agama yang kita anut tersebut. Janganlah agama hanya kita
jadikan identitas.
Adapun syarat mutlak dari pengakuan itu haruslah diucapkan dengan secara
sadar, dan penuh dengan keinsyafan, yakni dengan membaca dua kalimat syahadat.
Dua kalimat sebagai ikrar atau pengakuan, yang tersusun dari:
a.
Pengakuan
Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, disebut dengan syahadat tauhid
b.
Pengakuan
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah, disebut dengan syahadat Rasul
2.
Iman
Kepada Para Malaikat
Beriman kepada malaikat berarti kita percaya dengan sepenuhnya bahwa
malaikat itu makhluk Allah SWT yang sangat taat untuk melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Dia hanya dianugerahi akal, tanpa nafsu. Maka dia tidak
banyak kehendak, dan tugasnya bersifat khusus dan tanpa henti. Perintah Allah
untuk berfirman kepada para malaikat ini tercantum dalam Al Quran surat Al
Baqarah ayat 285.
3.
Beriman
kepada kitab-kitab Allah SWT
berarti
kita harus meyakini bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para
Rasul-Nya untuk menjadikan pedoman hidup bagi umat manusia dari setiap
perbuatan yang dilakukannya, baik itu perbuatan untuk dunia maupun akhirat.
Kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah itu ada banyak sekali, meskipun begitu
yang wajib kita ketahui ada empat buah, yaitu: Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran.
4.
Iman
Kepada Para Rasul/Nabi Allah
Beriman kepada Rasul-Rasul Allah
berarti kita mengakui dengan sepenuhnya, bahwa Allah SWT mengutus para
Rasul/Nabi untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya yang berisikan tauhid,
hukum-hukum, sejarah dan akhlak, untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran,
dan untuk membuktikan bahwa mereka memang betul-betul seorang Nabi/Rasul, maka
para Nabi/Rasul tersebut diberikan keistimewaan atau mukjizat. Kita juga harus
meyakini bahwa para Rasul tersebut wajib untuk dituruti apa-apa yang
diperintahkannya, dan meninggalkan apa-apa yang dilarangnya
5.
Iman
Kepada Hari Kiamat
Beriman kepada hari kiamat berarti bahwa kita percaya dengan sepenuhnya
bahwa setelah alam dan segala isinya dihancurkan oleh Allah SWT dan semua
makhluk akan mati, kemudian dibangkitkan dari alam kuburnya untuk
diperhitungkan segala amal kebaikan dan kejahatan dengan seteliti mungkin,
kemudian baru ditentukan tempatnya sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup
di dunia. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Al Hajj
ayat 6-7 dan An Najm ayat 39-41
6.
Iman
Kepada Qadha’ dan Qadar
Qadha adalah kenyataan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT sejak
zaman azali (dalam ilmu Tuhan) terhadap sesuatu yang sekarang telah berwujud,
seperti hidup, mati, senang, susah dan lain sebagainya (praktis kenyataan)[7].
Qadar adalah rencana (program) yang berada di dalam ilmu Tuhan Allah (zaman
azali) untuk menentukan segala sesuatu secara teoritis (rencana)[8].
Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa qadha’ merupakan manifestasi
dari qadar, sedangkan qadar hanyalah merupakan rencana-rencana saja, sehingga
qadha’ dan qadar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Beriman kepada qadha’ dan qadar adalah kita yakin dan percaya
dengan sepenuhnya bahwa sesuatu yang telah atau sedang maupun yang akan terjadi
adalah kehendak dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran
surat Al Ahzab ayat 38.
C.
Metode Pencapaian Aqidah
Untuk mencapai aqidah yang sesuai dengan islam, maka dibutuhkan
metode pencapaian khusus. Mengingat aqidah islam tidak dapat dimengerti dari
pendekatan empirik, melalui rasul-Nya dan pesan tuhan tersebut telah diabadikan
dalam satu kitab al-qur’an. Oleh karena itu, metode
pencapaian aqidah dapat dilakukan dengan cara :
a.
Doktriner
yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan
dijelaskan oleh sabda nabinya.
Dengan
metode ini maka aqidah islam mampu mencapai kepercayaan yang bersifat sam’iyat,
yaitu kejadian-kejadian tertentu yang harus diyakini kebenaran yang hanya
bersumber pada wahyu ilahi. Misalnya : hari kiamat, surga, neraka, hisab dan
lain sebagainya.
b.
Melalui
hikmah (filosofik), dimana tuhan menganugrahkan kebijaksanaan dan
kecerdasan berpikir kepada manusia untuk mengenal adanya tuhan melalui
perenungan (kontemplasi) yang mendalam
c.
Melalui
metode ilmiah, dengan memperhatikan fenomena alam sebagai bukti adannya allah swt,
misalnya melalui :
1)
Antropologi
(rmemperhatikan fenomena manusia sebagai makhluk individu) seperti yang
diisyaratkan dalam QS. 86:5-7, 30:20, 90:4-9, 2:5, 95:4, 23:78-79.
2)
Botani
(rmemrperhatikan fenomena-fenomena pada tumbuh-tumbuhan) sreperti yang
diisyaaratkan dalam QS. 16:11, 22:5, 15:19, 27:60, 50:9.
d.
Metode
irfaniyah, yaitu metode yang
menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk
(perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu). metode ini membagi alam menjadi dua
kategori. pertama, alam nyata
yang dapat diobservasi dan dieksperimentasi oleh ilmu pengetahuan modern dengan
metode ilmiah. Kedua, alam intuisi yang berkaitan dengan jiwa yang tidak
mungkin ditundukkan dengan pengalaman atau analogi. Alam kedua ini hanya mampu
melalui metode intuisi.
Menurut
Yusuf Al-Qardawi, seorang pemikir islam kontemporer dapat dijelaskan bahwa
karakteristik Aqidah Islamiyah adalah[9] :
1)
Jelas
dan sederhana
Artinya
aqidah islamiyah tidak rumit dan jelas, seluruh ajarannya terangkum bahwa tiada
tuhan selain allah dan nabi muhammad adalah utusannya. Dan keyakinan itu dapat
diterima oleh akal.
2)
Sesuai
dengan fitrah manusia
Yaitu
setiap manusia dapat memeroleh keterangan yang hakiki tentang kepercayaan
aslinya.
3)
Solid
dan baku
Tidak
menerima atau mengalami perubahan baik tambahan maupun pengurrangan
4)
Argumentatif
Aqidah
islamiyah yang argumentatif tidak cukup menetapkan persoalan-persoalan dengan
mengandalkan doktrin lugas dan instruksi keras. Tetapi juga harus disertai
alasan kuat dan argumen yang akurat
5)
moderat
aqidah islamiyah
merupakan aqidah yang moderat atau pertengahan, yaitu menjadi penengah antara
orang yang menegaskan metafisik dan orang yang memrpercayainya
IV.
Kesimpulan
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd
berarti juga janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang
yang mengadakan perjanjian. menurut etimologi
“ikatan, sangkutan, perjanjian
dan kokoh”. sedangkan secara terminologi adalah pengingkaran yang
bertolak dari hati, sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa
tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Komponen-komponen aqidah yaitu : iman kepada allah
swt, malaikatnya, kitab-kitabnya, rasulnya, hari
kiamat, dan qadha serta qadarnya baik buruk maupun baik.
Sedangkan metode untuk bisa mencapai
aqidah adalah
a.
Doktriner
yang bersumber dari wahyu ilahi yang disampaikan secara operasional dan
dijelaskan oleh sabda nabinya.
b.
Melalui
hikmah (filosofik)
c.
Melalui
metode ilmiah
d.
Metode
irfaniyah, dimana metode ini
menekankan intuisi dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk
(perbuatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu)
V.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat saya
buat, saya sadar, dalam makalah ini masih terdapat kekurangan disana-sini, maka
dari itu, kritik dan sarang yang konstruktif sangat saya harapkan demi
menyempurnakan makalah ini, dan akhirnya, makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua. Semoga...
[1]
menurut hadits yang disampaikan Abu
Dzar bahwa jumlah para nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang
sebenarnya hanya allah SWT saja
yang mengetahuinya.
[3] diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam
Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139
[4] http://anakciremai.wordpress.com/2008/05/02/makalah-agama-islam-tentang-akhlak-akidah-sebagai-dasar-pendidikan-akhlak/
[7] Drs.
M. Noor Matdawam, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama, (Jakarta: Cv Pustaka Setia, 2008) hal. 140
Yuh,,praktek...
BalasHapuspraktek apa fat?
Hapus