Angin
bertiup segar menyusur pepohonan. Gemercik air disertai rerintikan hujan
menambah aroma dinginnya pagi. Dingin merasuk tubuh di atas gubuk. Duduk di
tengah sawah memandang hijaunya padi. Sesekali suara kodok saling bersahutan.
Kerikan jangkrik juga tak mau kalah.
memisah dengan kota beraliran deras bengawan solo menandai dusun Tulung, Kecamatan Trucuk, Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur. Bengawan yang biasa dipakai menangkap ikan itu terasa
tenang dan damai.
Riuhnya
anak sesekali terdengar, sambil berlarian di nggisik menunggu umpan
pancing mereka dilahap ikan. Beberapa perahu juga terlihat mengapung sambil
menebar jala.
Gemerlap
sinar terlihat dari seberang bengawan, terlihat keramaian kendaraan memadati
jalur sepanjang kota. Pasar yang terletak menghadap ke bengawan juga semakin
menambah kepadatan jalan di sana.
entah mengapa tanah yang ku pijak
masih bertatakan tanah dan bebatuan, dan entah kapan lingkungan yang sepi ini
akan bangun dari kesunyiannya.
Walau
bertetangga dengan kota, tak menjanjikan kehidupan ini banyak berubah.
Komoditas ikan yang tak menentu membuat sebagian penduduk beralih membuat bata.
Dengan gedhek sebagai dinding dan tumpukan damen menjadi atapnya,
mereka membuat gubuk-gubuk kecil di samping nggisik. Sebagai penutup
tungku pembakaran tanah calon bata tersebut.
“Kalau
musim rendeng seperti ini, kami harus berhenti membuat bata, Aliran
bengawan terlalu deras hingga meluap, itu berbahaya,” Ungkap Ahmad Marzuqon
(23), seorang pemuda Tulung.
Tak
jarang gubuk-gubuk buatan penduduk ikut terseret aliran bengawan, mereka hanya
pasrah dan akan membuat kembali ketika air sudah tak munjuk atau ganti
musim.
Kebanjiran
Datangnya
musim penghujan membawa persoalan tersendiri. Luapan sungai bengawan membuat
penduduk mengungsi ke kota. Jalanan tanah bebatuan menjadi lumpur seketika
banjir datang.
tinggi air di depan rumah bisa
mencapai punggung orang dewasa. Perahu yang biasa bersandar diseberang
bengawan, sekarang menyusur di depan rumah, membawa barang-barang berharga
untuk di ungsikan ke tempat yang lebih tinggi.
Walau
sudah dibangun bendungan gerak di kecamatan kalitidu, sebelah utara kecamatan
Trucuk, tak menjadikan bebasnya dari genangan banjir yang melanda tiap tahun.
Kegiatan
mencari nafkah lumpuh, sekolah-sekolah diliburkan, Aliran listrik pun dimatikan,
Persawahan dan ladang terpaksa dipanen dini demi menghindari kerugian yang
lebih besar.
Semua
orang sibuk menyelamatkan diri ke kota, dengan membawa barang-barang berharga
mereka. Bencana yang banjir ini tidak dapat dipastikan kedatangannya, terkadang
siang atau bahkan malam hari menyebabkan penduduk harus selalu siaga 24 jam
jika sewaktu-waktu banjir datang.
“Ketika
kami sedang sibuk menyelamatkan semuanya, orang kota malah berdatangan sekedar
untuk melihat. Mungkin bagi mereka hal ini seperti hiburan karena tidak pernah
terjadi di tempat mereka”, kata kepala
dusun Tulung, Maryono.
Kondisi serupa banyak ditemui di
daerah-daerah bantaran sungai bengawan
solo. Keadaan curah hujan yang
tinggi selalu membuat kenyamanan dan ketentraman warga terganggu.
Tak
terurus
Semasa
jabatan Bupati Atlan (2004), Kecamatan trucuk merupakan salah satu daerah prioritas
pemerintah untuk penanggulangan banjir. Tanggul-tanggul mulai dibangun
mengitari bantaran sungai.
Namun
entah mengapa ditengah perjalanan proyek tersebut dihentikan. Kabarnya dana
yang dikucurkan untuk pembangunan tersebut menuai permasalahan di DPRD.
Sehingga hanya setengah yang baru dikerjakan. Itupun bantaran yang di samping
kota.
Bergantinya
Bupati Pada Tahun 2009 oleh Hartoyo ternyata juga tidak begitu membawa
perubahan yang berarti. Kebijakan pada pemerintahannya malah memprioritaskan
perbaikan jalan-jalan raya dalam kota maupun antar kota. Tak terjamahnya trucuk
dari tangan pemerintah membuatnya semakin tak terurus.
“Pemerintah
kilo karep pe piye? Apa mereka selalu tutup mata tiap tahun melihat apa
yang terjadi di sini?” Kata Suminah, warga Dusun Tulung.
Keluh
kesah tak henti mereka sampaikan kepada pemerintah setempat, Alih-alih
diperhatikan, hanya janji-janji yang mereka dapat dari pemilihan umum ke
pemilihan umum berikutnya.
Ket.
nggisik
: Pesisir
gedhek
: anyaman yang terbuat dari bilah-bilah bambu untuk
dinding rumah
damen
: Jerami
rendeng
: Musim Hujan
munjuk :
Meluap
0 komentar:
Posting Komentar